Skip to content

Penerapan Prinsip Psikologi dalam Keseharian: Rahasia di Balik Buku Best Seller

Published: at 15.22 (3 min read)

Ada sebuah buku, sebuah fenomena yang sudah menjangkau lebih dari 3 juta pembaca. Berbicara tentang karya ini tidak bisa lepas dari perhelatan podcast di mana banyak tokoh terkemuka menempatkannya dalam tiga besar buku favorit mereka. Bukan tanpa alasan buku ini berada dalam daftar New York Times best seller dan Fortune’s 75 smartest business books. Namun, ada pesan penting yang ingin saya sampaikan: ilmu dalam buku ini berbahaya. Ingat, gunakan pengetahuan ini untuk menyebarkan kebaikan, memupuk hubungan baik dan berkelanjutan, serta menginspirasi dampak positif.

Penulisnya, Robert Cialdini, telah banyak mengalami hal yang menjadikannya ahli dalam bidangnya. Melalui riset yang solid, Cialdini berangkat dari pemahaman bahwa manusia secara umum mencari jalan pintas dan cenderung malas berpikir. Misalnya, dalam konteks antrean, kebanyakan orang mungkin segan untuk menyela. Namun, penelitian menunjukkan bahwa bila kita berani meminta bantuan, respons yang diperoleh bisa sangat mengagumkan. Seorang perempuan dalam studi ini berhasil menyela antrean dengan alesan terburu-buru, dan 94% orang yang dia mintai izin mengijinkannya. Bahkan ketika tanpa alasan apa pun, 60% tetap memberikan izin. Dan uniknya, riset lebih lanjut menemukan bahwa dengan alasan yang tidak masuk akal sekalipun, orang-orang masih memberikan kesempatan kepadanya.

Mungkin ini menunjukkan betapa kita, sebagai manusia, sangat mengutamakan kesederhanaan dan pencarian jalan pintas sehingga kita bisa mudah tertipu. Ada korelasi langsung antara harga dan persepsi kualitas. Penelitian lain mengungkapkan bahwa barang-barang yang tidak laku menjadi laris setelah dinaikkan harganya, karena pembeli percaya bahwa barang mahal tentu berkualitas.

Setelah melewati banyak penelitian dan membaca dengan penuh upaya, saya menemukan enam konsep yang bisa kita terapkan dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari:

  1. Reciprocation: Ketika kita menerima sesuatu, kita merasa memiliki utang budi dan cenderung ingin membalas.
  2. Commitment and Consistency: Kita seringkali merasa harus konsisten dengan apa yang telah kita katakan atau janjikan sebelumnya, baik itu dalam hal positif atau negatif.

Penelitian dari Thomas Moriarty pada tahun 1971 menunjukkan bahwa ketika orang-orang dimintai bantuan untuk menjaga barang, mereka lebih cenderung untuk bergerak bertindak ketika barang tersebut dicuri dibandingkan dengan jika tidak dimintai bantuan sama sekali. Ini membuktikan bahwa komitmen verbal bisa mempengaruhi tindakan kita.

Saran saya, alih-alih merasa terpaksa karena suatu permintaan, gunakan logika anda. Jangan merasa bersalah untuk tidak mengikuti favor ketika kita merasa itu adalah trik atau manipulasi. Adalah penting untuk menuliskan tujuan kita dan membuat komitmen pada diri sendiri.

Kita bisa memanfaatkan prinsip konsistensi ini dalam berbagai situasi, seperti dalam negosiasi. Dengan memulai tawaran yang lebih tinggi daripada yang kita inginkan, kita memberikan ruang untuk negosiasi dan akhirnya mencapai hasil yang kita inginkan.

Dalam konteks lain, komitmen dan konsistensi bisa menjadi pedang bermata dua. Baik itu untuk mempertahankan keyakinan yang sudah terbukti keliru atau untuk tetap dalam sebuah hubungan yang tidak sehat demi komitmen awal yang telah diucapkan. Konsistensi harus diimbangi dengan kewaspadaan dan kesadaran diri.

Keyakinan yang kuat pada komitmen dan konsistensi bisa menunjukkan betapa kita bisa memengaruhi dan dipengaruhi, untuk kebaikan diri sendiri dan orang lain. Mari kita manfaatkan ilmu ini dengan bijak.